Ku
awali pagi ini dengan hal yang tidak indah karena selepas tasyakuran wisuda
temanku tadi malam dengan makan-makan sate, aku tidur sampai pulasnya. Matahari
yang dengan gagah memancarkan sinarnya tak begitu berarti bagiku karena kalah
dengan kehangatan selimut dan bantal yang menemaniku. Alhasil, bangun tak pada
waktunya itulah yang membuatku harus menjalani solat Subha (Subuh dan Dhuha).
Selepas
menjalankan ibadah, diriku dikagetkan oleh datangnya mangga dari teman yang
datang dari kampung. Dengan lahapnya kumakan mangga itu sambil menonton acara
TV. Terbersit olehku tuk menengok
skripsi yang mangkrak di laptop. Pelan tapi pasti ku kerjakan sedikit demi
sedikit sampai dapat 600 karakter dalam dua halaman. Setelah kurasa cukup,
meskipun aku menargetkan sehari harus bisa menulis empat lembar, kulanjutkan
dengan membuka-buka facebook dan blog. Eh, malah keterusan, jadi deh yang
seharusnya aku bisa menambah selembar dua lembar menjadi pupus.
Teringat
olehku ada janji jam dua untuk menghadap dosen pembimbing dua, ku sms beliau
agar tak lupa utuk menemuiku. Dan benar yang terjadi di kampus, pembimbing
duaku telah berada di mejanya. Mula-mula dia minta buku pegangan ku terkait
teori poskolonialisme, setelah itu dikritiklah aku habis-habisan karena banyak
yang salah. Ternyata kesalahanku banyak di hal-hal tentang pengambilan sumber,
tentang quote langsung maupun tak langsung, tentang paraphrase atau copy paste.
Kesalahan yang dipaparkan oleh pembimbing dua kuterima dengan sepenuh hati ,
malahan aku berterimakasih karena telah diberitahu bahwa aku salah daripada
ketika sempro baru diingatkan seperti
beberapa temanku. Sepulang bimbingan kuputuskan untuk kembali ke
kontrakan karena kengen dengan mangga yang ada.
Menginjak
sore, kudapat sms dari sahabat kerjaku tuk libur dulu dikarenakan cuaca yang
tidak mendukung, SDM yang kurang, dan kulalitas SDM yang ada tak memadai.
Kesempatan libur ini kugunakan untuk membaca buku Nagasasra dan Sabuk Inten
yang isinya menceritakan tengang Mahesa Jenar
yang berjuang karena keyakinanya untuk berbuat menolong manusia mengabdi
pada Tuhan Yang Maha Esa melawan golongan hitam semacam Pasingsingan, Sima
Rodra, Naga Pasa dan Bugel Kaliki yang meresahkan warga Banyu Biru khusunya,
dan Kerajaaan Depak pada umumnya.
Menjelang
magrib, terlintas dibenakku untuk pergi ke perpustakaan. Tapi melihat diluar
masih hujan aku mengurungkan niatku, sampai kejadian yang tak kuduga datang
menimpaku. Tak perlu kuciritakan dengan jelas, kejadian ini membuatku menjadi
lebih yakin bahwa sudah sepantasnya laki-laki harus mandiri. Mandiri dalam
segala hal seperti yang pernah di katakan Bung Karno tentang Trisakti,
Berdaulat dalam politik, Berdikari dalam ekonomi dan Berkepribadian dalam
budaya. Baru beberapa hari kata-kata itu digaungkan oleh Surya Paloh yang
mengaku sebagai Sukarnois sewaktu aku melihatnya dalam acara Forum Rektor Jatim di Widyaloka. Dan benar, kemandirian
itu haruslah dipupuk sejak dini sehingga bisa membuat kita bermental kuat.
Gb. 1 Bung Karno dengan semangat berkobar-kobar berpidato tentang konsep Trisakti
Bravo mas afif :)
BalasHapuskak melisa juga ya : )
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus