Ketika sedang naik sepeda motor
selepas kuliah di kampus, sepintas saya melihat penjual mangga di pinggir
jalan. Penjual itu sambil membawa keranjang ditaruh dibelakang sepeda motornya
menjual mangga pertanian , jenis
mangga yang banyak tumbuh di daerahku sewaktu kecil. Namun beberapa orang di
daerah sini menyebutnya mangga gadung.
Bagi kebanyakan orang, buah mangga
adalah buah-buahan yang biasa, biasa banyak ditemukan dijalan, banyak ditemukan
di perkampungan. Namun bagiku sewaktu kecil, kira-kira masih berumur delapan tahunan.
Buah mangga adalah buah yang tak biasa, karena ayahku tak mempunyai pohonnya.
Sedangkan boro-boro mau beli mangga, mending uangnya buat beli kebutuhan yang
lain. Karena keinginanku sangat kuat untuk menikmati buah mangga, setiap pagi
aku selalu mendatangi pohon-pohon mangga milik tetangga yang berbuah. Adalah
pohon mangga Mbak Reni yang ada di depan rumahku, mangganya termasuk mangga pertanian yang tumbuh ranum. Setiap pagi
selalu aku menengoknya, namun pohon ini agaknya buah mangganya jarang jatuh. Meskipun
begitu, pernah beberapa kali aku mendapatkan buah mangga yang jatuh ketika
selepas hujan. Tidak tanggung-tanggung, aku dapat tiga buah mangga sekaligus.
Mungkin itu rizkiku dipagi hari yang selalu menengok mangga mbak Reni.
Gb. 1 Mangga pertanian yang selalu ku intip setiap pagi di waktu kecil
Pohon mangga kedua yang selalu ku
intip adalah, pohon milik Bu Djim. Beliau adalah ketua RT di daerahku. Rumahnya
tepat di depan rumahku, sedangkan letak pohon mangganya berada di barat rumah.
Mangga Bu Djim termasuk mangga yang biasa, rasanya tak begitu manis namun cukup
untuk sekedar mengganjal perut. Dari banyak pohon mangga tetangga yang ada,
pohon mangga Bu Djim lah yang banyak memberikan kebahagian. Karena kebanyakan
setiap pagi ada saja mangga yang jatuh entah itu cuman satu, atau dua. Mungkin
karena mangganya yang tak begitu besar terus rasanya juga biasa saja kali ya,
mangga ini sering jatuh tiap pagi di tanah. Terkadang aku tersenyum sendiri
melihat nasib mangga yang jatuh di tanah empuk selepas hujan yang biasa
meninggalkan bekas gigitan codot ,
aku tersenyum karena codot itu tak menghabiskan seluruh buah mangga. Terkadang
aku juga kecewa, karena mangga yang ada jatuh ke parit yang bermuara ke kandang
sapi milik Mbak Reni, tetangga sebelah Bu Djim.
Pohon mangga ketiga yang selalu ki
intip adalah pohon mangga yang berada di depan rumah De Jah, meskipun pohon itu
berada di tegal milik Pak Bayan Mantan. Jenis mangga ini hampir sama dengan
mangga milik Bu Djim. Aku tak tahu jenis apa itu, yang jelas buahnya kecil dan
rasanya sedang-sedang saja tak seperti mangga pertanian. Pohon mangga ini tak se intens milik Bu Djim jatuhnya,
tapi lebih baik daripada pohon mangga Mbak Reni yang sangat jarang jatuh. Oh
iya, sewaktu hujan lebat tak cuma aku yang berlomba-lomba mencari mangga jatuh.
Ternyata beberapa teman sebayaku juga berlomba-lomba mencari buah mangga yang
jatuh. Kami sangat gembira ketika bersama-sama berlari ke tempat pohon mangga
Bu Djim, Mbak Reni dan De Jah untuk mendapatkan mangga. Padahal ketika dapat
nanti mangganya dimakan bersama.
Gb. 2 Mangga kecil-kecil di samping rumah Bu Djim dan Depan rumah De Jah yang sering jatuh
Pohon mangga ke empat adalah pohon mangga
milik Pak Bayan Mantan, pohon mangga ini termasuk jenis manalagi dan pertanian.
Pohon milik pak Bayan Mantan sangatlah kecil, tetapi buahnya rasanya enak.
Dalam seumur hidupku aku hanya mendapatkan empat buah mangga dari pohon ini
meskipun aku sering mengintipnya. Dua buah mangga aku dapat ketika ronda di
pagi hari. Sementara yang dua aku dapat ketika hujan lebat melanda. Selain
mangga, Pak Bayan mantan juga menanam srikaya. Srikaya itu tak hanya ku intip
ketika pagi, namun bersama teman-temanku SD seringkali mengintipnya selepas
pulang sekolah sambil bermain di gadangan
, tempat menyimpan batang padi di kala kemarau untuk makan sapi.
Pohon mangga kelima adalah pohon
mangga milik temanku, Likin. Pohon mangga ini berada agak jauh dari rumahku
sehingga aku tak bisa mendatanginya setiap pagi. Aku hanya mendatanginya ketika
sedang main ke rumah saudara sepupuku, Mbak Endang yang juga kakak kelasku di
MI Taris (Tarbiyatul Islamiyah) Pecangaan. Selain itu aku hanya mendatangi
mangga ini ketika bermain robot-robotan di rumah Likin yang menjadi adik
kelasku dan masih sepupu dengan teman kecilku, Agus. Pohon mangga ini termasuk
mangga golek, bentuknya yang memanjang menjadikan mangga ini banyak dicari
(digoleki), maka tak heran namanya mangga golek.
Melihat aku yang sering kelayaban
setiap pagi dan setiap hujan turun untuk mengabsen pohon mangga, ayahku
mendapat ide untuk menanam pohon mangga. Terhitung sejak tahun 1998 dan
sekarang sudah tahun 2013, 15 tahun sudah pohon mangga itu tumbuh. Dan sekarang
yang terjadi adalah ayahku sering panen mangga ketika musim panen datang. Aku
tak lagi mencari mangga itu di pohon milik tetanggaku, malahan sekarang aku
yang membagikan mangga ayahku kepada tetangga dan juga sanak saudara. Hilang
sudah masa spionase pohon mangga setiap pagi dan sekarang aku bangga denga
ayahku yang berkat ide beliau aku sudah tak melakukan pengintaian lagi. Salam
agen spionase “mangga” !