Rabu, 27 November 2013

Nasib dan Musibah



Nasib memang selalu berputar, seperti roda kebanyakan orang bilang. Salah seorang ayah temanku yang sekarang menjadi direktur perusahaan travel and outsourching  pernah menasehatiku ketika puasa kemaren aku berkunjung bersama Tulip Bekasi. Disana beliau menasehati akan pentingnya rasa bersyukur baik dalam hal susah maupun bahagia.

                         Gb. 1 Nasib bukanlah untuk diratapi, melainkan untuk dirubah

Selain itu masih teringat dalam benakku, beliau memberi petuah akan jangan bertindak sombong. Banyak orang kaya yang jatuh karena kesombongan mereka, kejatuhan itu bisa melaui kena tipu maupun dalam bentuk penyakit. Ayah temanku mencontohkan kejatuhan sosok tukang pijat yang datang siang hari di rumahnya. Selain menawarkan jasa pijat, ternyata perempuan tersebut juga menawarkan jasa makanan kecil untuk disajikan sewaktu lebaran. Karena ayah temanku sosok yang suka bertanya, di telusurilah sejarah perempuan tadi. Ternyata orang itu adalah mantan orang kaya yang sebelumnya bisa berjalan-jalan ke lorong dunia. Mulai dari Turki sampai Australia, mulai Korea sampai Amerika dan Eropa semua sudah dikunjunginya. Namun nasib berkata lain, suaminya jatuh bangkrut dan menceraikannya sehingga jadilah dia serang tukang pijat yang berpindah dari rumah satu ke rumah lainnya.Sakit memang apabila musibah itu menimpa orang tak punya pegangan yang kuat, seperti pegangan keyakinan pada Tuhan bahwa semua sesuatu itu bersumber deripadaNYa.
Banyak cara untuk menyikapi musibah, entah itu musibah hilangnya kekayaan, musibah ditinggal pacar, musibah berantakan tak bisa mengatur jadwal mengerjakan skripsi, dan juga musibah tak mempunyai tempat tinggal. Berbeda musibah, berbeda pula cara penyelesaiannya. Namun agaknya penyelesaian itu supaya tidak menimbulkan masalah haruslah yang sesuai dengan jalan yang benar atau sesuai kaidah hukum. Demikian banyaknya musibah membuktikan seseorang akan dinaikkan derajatnya ketika orang tersebut bisa menanggani musibaha itu dengan baik. Konsep jangan putus asa haruslah dikedepankan, karena kalau orang sudah putus asa banyak cara syaitan untuk menggoda. Hanya menggoda saja, karena keputusan untuk mengeksekusi tindakan ada di tangan manusia itu sendiri.


Gb. 2 Musibah bisa terjadi dalam bentuk apa saja, seperti api yang membakar rumah atau ruko.

Selasa, 26 November 2013

Agen Spionase “Mangga”


Ketika sedang naik sepeda motor selepas kuliah di kampus, sepintas saya melihat penjual mangga di pinggir jalan. Penjual itu sambil membawa keranjang ditaruh dibelakang sepeda motornya menjual mangga pertanian , jenis mangga yang banyak tumbuh di daerahku sewaktu kecil. Namun beberapa orang di daerah sini menyebutnya mangga gadung.
Bagi kebanyakan orang, buah mangga adalah buah-buahan yang biasa, biasa banyak ditemukan dijalan, banyak ditemukan di perkampungan. Namun bagiku sewaktu kecil, kira-kira masih berumur delapan tahunan. Buah mangga adalah buah yang tak biasa, karena ayahku tak mempunyai pohonnya. Sedangkan boro-boro mau beli mangga, mending uangnya buat beli kebutuhan yang lain. Karena keinginanku sangat kuat untuk menikmati buah mangga, setiap pagi aku selalu mendatangi pohon-pohon mangga milik tetangga yang berbuah. Adalah pohon mangga Mbak Reni yang ada di depan rumahku, mangganya termasuk mangga pertanian yang tumbuh ranum. Setiap pagi selalu aku menengoknya, namun pohon ini agaknya buah mangganya jarang jatuh. Meskipun begitu, pernah beberapa kali aku mendapatkan buah mangga yang jatuh ketika selepas hujan. Tidak tanggung-tanggung, aku dapat tiga buah mangga sekaligus. Mungkin itu rizkiku dipagi hari yang selalu menengok mangga mbak Reni.

                Gb. 1 Mangga pertanian yang selalu ku intip setiap pagi di waktu kecil 

Pohon mangga kedua yang selalu ku intip adalah, pohon milik Bu Djim. Beliau adalah ketua RT di daerahku. Rumahnya tepat di depan rumahku, sedangkan letak pohon mangganya berada di barat rumah. Mangga Bu Djim termasuk mangga yang biasa, rasanya tak begitu manis namun cukup untuk sekedar mengganjal perut. Dari banyak pohon mangga tetangga yang ada, pohon mangga Bu Djim lah yang banyak memberikan kebahagian. Karena kebanyakan setiap pagi ada saja mangga yang jatuh entah itu cuman satu, atau dua. Mungkin karena mangganya yang tak begitu besar terus rasanya juga biasa saja kali ya, mangga ini sering jatuh tiap pagi di tanah. Terkadang aku tersenyum sendiri melihat nasib mangga yang jatuh di tanah empuk selepas hujan yang biasa meninggalkan bekas gigitan codot , aku tersenyum karena codot itu tak menghabiskan seluruh buah mangga. Terkadang aku juga kecewa, karena mangga yang ada jatuh ke parit yang bermuara ke kandang sapi milik Mbak Reni, tetangga sebelah Bu Djim.
Pohon mangga ketiga yang selalu ki intip adalah pohon mangga yang berada di depan rumah De Jah, meskipun pohon itu berada di tegal milik Pak Bayan Mantan. Jenis mangga ini hampir sama dengan mangga milik Bu Djim. Aku tak tahu jenis apa itu, yang jelas buahnya kecil dan rasanya sedang-sedang saja tak seperti mangga pertanian. Pohon mangga ini tak se intens milik Bu Djim jatuhnya, tapi lebih baik daripada pohon mangga Mbak Reni yang sangat jarang jatuh. Oh iya, sewaktu hujan lebat tak cuma aku yang berlomba-lomba mencari mangga jatuh. Ternyata beberapa teman sebayaku juga berlomba-lomba mencari buah mangga yang jatuh. Kami sangat gembira ketika bersama-sama berlari ke tempat pohon mangga Bu Djim, Mbak Reni dan De Jah untuk mendapatkan mangga. Padahal ketika dapat nanti mangganya dimakan bersama.

Gb. 2 Mangga kecil-kecil di samping rumah Bu Djim dan Depan rumah De Jah yang sering jatuh

Pohon mangga ke empat adalah pohon mangga milik Pak Bayan Mantan, pohon mangga ini termasuk jenis manalagi dan pertanian. Pohon milik pak Bayan Mantan sangatlah kecil, tetapi buahnya rasanya enak. Dalam seumur hidupku aku hanya mendapatkan empat buah mangga dari pohon ini meskipun aku sering mengintipnya. Dua buah mangga aku dapat ketika ronda di pagi hari. Sementara yang dua aku dapat ketika hujan lebat melanda. Selain mangga, Pak Bayan mantan juga menanam srikaya. Srikaya itu tak hanya ku intip ketika pagi, namun bersama teman-temanku SD seringkali mengintipnya selepas pulang sekolah sambil bermain di gadangan , tempat menyimpan batang padi di kala kemarau untuk makan sapi.
Pohon mangga kelima adalah pohon mangga milik temanku, Likin. Pohon mangga ini berada agak jauh dari rumahku sehingga aku tak bisa mendatanginya setiap pagi. Aku hanya mendatanginya ketika sedang main ke rumah saudara sepupuku, Mbak Endang yang juga kakak kelasku di MI Taris (Tarbiyatul Islamiyah) Pecangaan. Selain itu aku hanya mendatangi mangga ini ketika bermain robot-robotan di rumah Likin yang menjadi adik kelasku dan masih sepupu dengan teman kecilku, Agus. Pohon mangga ini termasuk mangga golek, bentuknya yang memanjang menjadikan mangga ini banyak dicari (digoleki), maka tak heran namanya mangga golek.

Melihat aku yang sering kelayaban setiap pagi dan setiap hujan turun untuk mengabsen pohon mangga, ayahku mendapat ide untuk menanam pohon mangga. Terhitung sejak tahun 1998 dan sekarang sudah tahun 2013, 15 tahun sudah pohon mangga itu tumbuh. Dan sekarang yang terjadi adalah ayahku sering panen mangga ketika musim panen datang. Aku tak lagi mencari mangga itu di pohon milik tetanggaku, malahan sekarang aku yang membagikan mangga ayahku kepada tetangga dan juga sanak saudara. Hilang sudah masa spionase pohon mangga setiap pagi dan sekarang aku bangga denga ayahku yang berkat ide beliau aku sudah tak melakukan pengintaian lagi. Salam agen spionase “mangga” !

Senin, 25 November 2013

Mandiri


Ku awali pagi ini dengan hal yang tidak indah karena selepas tasyakuran wisuda temanku tadi malam dengan makan-makan sate, aku tidur sampai pulasnya. Matahari yang dengan gagah memancarkan sinarnya tak begitu berarti bagiku karena kalah dengan kehangatan selimut dan bantal yang menemaniku. Alhasil, bangun tak pada waktunya itulah yang membuatku harus menjalani solat Subha (Subuh dan Dhuha).
Selepas menjalankan ibadah, diriku dikagetkan oleh datangnya mangga dari teman yang datang dari kampung. Dengan lahapnya kumakan mangga itu sambil menonton acara TV.  Terbersit olehku tuk menengok skripsi yang mangkrak di laptop. Pelan tapi pasti ku kerjakan sedikit demi sedikit sampai dapat 600 karakter dalam dua halaman. Setelah kurasa cukup, meskipun aku menargetkan sehari harus bisa menulis empat lembar, kulanjutkan dengan membuka-buka facebook dan blog. Eh, malah keterusan, jadi deh yang seharusnya aku bisa menambah selembar dua lembar menjadi pupus.
Teringat olehku ada janji jam dua untuk menghadap dosen pembimbing dua, ku sms beliau agar tak lupa utuk menemuiku. Dan benar yang terjadi di kampus, pembimbing duaku telah berada di mejanya. Mula-mula dia minta buku pegangan ku terkait teori poskolonialisme, setelah itu dikritiklah aku habis-habisan karena banyak yang salah. Ternyata kesalahanku banyak di hal-hal tentang pengambilan sumber, tentang quote langsung maupun tak langsung, tentang paraphrase atau copy paste. Kesalahan yang dipaparkan oleh pembimbing dua kuterima dengan sepenuh hati , malahan aku berterimakasih karena telah diberitahu bahwa aku salah daripada ketika sempro baru diingatkan seperti  beberapa temanku. Sepulang bimbingan kuputuskan untuk kembali ke kontrakan karena kengen dengan mangga yang ada.
Menginjak sore, kudapat sms dari sahabat kerjaku tuk libur dulu dikarenakan cuaca yang tidak mendukung, SDM yang kurang, dan kulalitas SDM yang ada tak memadai. Kesempatan libur ini kugunakan untuk membaca buku Nagasasra dan Sabuk Inten yang isinya menceritakan tengang Mahesa Jenar  yang berjuang karena keyakinanya untuk berbuat menolong manusia mengabdi pada Tuhan Yang Maha Esa melawan golongan hitam semacam Pasingsingan, Sima Rodra, Naga Pasa dan Bugel Kaliki yang meresahkan warga Banyu Biru khusunya, dan Kerajaaan Depak pada umumnya.
Menjelang magrib, terlintas dibenakku untuk pergi ke perpustakaan. Tapi melihat diluar masih hujan aku mengurungkan niatku, sampai kejadian yang tak kuduga datang menimpaku. Tak perlu kuciritakan dengan jelas, kejadian ini membuatku menjadi lebih yakin bahwa sudah sepantasnya laki-laki harus mandiri. Mandiri dalam segala hal seperti yang pernah di katakan Bung Karno tentang Trisakti, Berdaulat dalam politik, Berdikari dalam ekonomi dan Berkepribadian dalam budaya. Baru beberapa hari kata-kata itu digaungkan oleh Surya Paloh yang mengaku sebagai Sukarnois sewaktu aku melihatnya dalam acara Forum Rektor  Jatim di Widyaloka. Dan benar, kemandirian itu haruslah dipupuk sejak dini sehingga bisa membuat kita bermental kuat.


               Gb. 1 Bung Karno dengan semangat berkobar-kobar berpidato tentang konsep Trisakti

Minggu, 24 November 2013

Awal Mula Bersua Ninja Merah K 2779 WA


Aku tak tahu kapan tepatnya pertemuanku dengan Si Merah, sebutan untuk Ninja warna merahku dengan nopol K 2779 WA. Ninja keluaran tahun 2007 ini begitu mengisi hidupku setelah kepergian Ninja hitam K 4023 HA. Sebenarnya tak ada niat untuk mengganti K 4023 HA, namun karena sifatnya yang sulit dikendalikan dan sering membuat penunggangnya celaka, ibuku memutuskan untuk menjualnya ketika aku menginjak awal SMA (Aliyah).
Ceritanya sewaktu aku mau masuk sekolah Aliyah, aku di antarkan ibukku seperti biasanya ke pondok pesantren salafi plus di desa Guyangan dengan ninja hitam k 4023 HA. Pagi-pagi benar aku berangkat, karena kalau sampai telat sedikit saja kepala sekolah akan menghukumku dengan ngetime (duduk di depan kantor madrasah sampai pulang sekolah dan selesainya tergantung kepala sekolah, kejadian ini bisa berlangsung hanya sehari atau terkadang sampai berminggu-minggu, yang membuat resah adalah jika kepala sekolah menghendaki santri yang terlambat masuk sekolah memilih dua pilihan “ keluar dari madrasah atau tak naik kelas”).
 Gb. 1 Kantor Madrasah yang biasa dipakai sebagai tempat ngetime (menerima hukuman telat masuk madrasah)  dari Kepala Madrasah (Yi Humam Suyuthi)

Sesampai di desa Guyangan, keadaan masih baik-baik saja. Tetapi ketika memasuki daerah rumah Yi Salim (Guru Biologi dan Matematikaku) keadaan berubaah. Tepat diperempatan dekat rumah  Yi Salim aku belok ke kanan, tapi tiba-tiba saja ada sepeda motor dari belakang yang menabrakku. Tanpa ku tahu, tiba-tiba sepeda ninja yang kukendarai jatuh terpelanting ke kiri ke arah selokan. Cepat sekali kejadian itu berlangsung, kepalaku yang memakai helm membentur keras ke tembok parit sampai kaca helmnya pecah, kaca lampu depan ninjaku juga tak bisa dikenali lagi karena hancur berkeping-keping, untung ibukku yang dibelakang tidak apa-apa. Darah mengalir di janggutku karena terkena pecahan mika helm.
Karena aku tak mau telat, ibuku langsung menyuruhku untuk masuk sekolah sedangkan dia mengurusi kecelakaan dengan si penabrak yang ujung-ujungnya si penabrak bersedia mengganti rugi kerusakan di bengkel Sambilawang. Sepulang dari sekolah aku menemui ibuku di sambilawang, dan keadaan sepeda Ninjaku sudah membaik. 
Sebetulnya tak hanya itu saja kecelakaan yang membuat ibuku memutuskan untuk menjual si 4023. Tetapi sebelumnya juga sudah ada kejadian dimana kakak sepupuku yang memakai sepeda itu jatuh menabrak pohon sampai kaca lampo depannya pecah. Untung kakak sepupuku tidak apa-apa.
Sepeninggal ninja hitam yang telah mengantarkanku bisa mengendarai sepeda motor, datanglah si merah. Dengan adanya si merah aku mulai melupakan si hitam meskipun beberapa kenangan masih mengakar di hati. Masih jelas teringat ketika aku pertama membawa si merah ke pondokku ketika liburan lebaran tiba. Waktu itu di sekolahan diadakan reuni MTs dimana panitia mengajak liburan ke gunung Muria naik truk. Dari rumah aku berangkat bersama Anto, teman kelas sewaktu SD. Bersamanya aku mengarungi jalan, namun agaknya ditengah jalan ada kendala karena gas si merah tiba-tiba mati sendiri meskipun akhirnya sampai pada tujuan di rumah temenku, Nafi’ Sambilawang. Disana Nafi’ yang biasa temen-temen menyebutnya Napek menyuruhku untuk menyekolahkan sepeda di bengkel depan rumahnya. Sementara aku tidak mau, karena mengira sepedaku masih sehat sehingga ku pakai untuk berkuncung ke teman lama di Kadilangu dan Guyangan.
Sebelum ke Kadilangu dan Guyangan, Nafi’ mengajakku tuk berkunjung ke teman sekelas sekaligus teman bermainnya sewaktu kecil yang ada di depan rumahnya tepatnya di belakang rumah yang ada di depan rumah si Nafi’. Adalah A. Rahayu (Ayu) namanya, seorang perempuan tak begitu gemuk dan kurus dengan pipi tembem di kanan kiri. Bertiga Aku, Anto, dan Nafi’ berbincang duduk di sofa di depan TV. Ternyata dari perbincangan itu terdapat kesimpulan bahwa perempuan ini mempunyai kakek nenek yang berasal dari daerah yang sama denganku, Winong.

Selepas dari Kadilangu dan Guyangan aku memutuskan untuk menginap di Pondok, namun karena  di pondok tidak ada orang jadi aku mengurungkan niat untuk tidur di bantai nyamuk disana. Aku kembali ke rumah Nafi’ tuk menumpang tidur. Namun karena terlambat, rumahnya sudah gelap dan terkunci. Beberapa kali aku mengetuk pintu namun tak ada jawaban. Atas saran tetangga di depan rumahnnya, aku mencoba mengetuk di jendela sambil memanggil nama Nafi’. Namun agaknya usaha itu sia-sia belaka sampai aku akhirnya dikejutkan oleh kedatangan ayah Nafi’ yang baru datang dari tambak. Dengan mata yang teduh beliau memandangku, karena perkenalan singkat tadi sore beliau mengerti bahwa aku adalah teman Nafi’ yang datang tadi sore. Aku dipersilahkan untuk tidur di kamar depan bersama anto, karena sudah ngantuk jadi langsung tidur aku didalamnya.
Gb. 2 Ninja hitam K 4023 HA yang sering membuat celaka di akhir hayatnya bersamaku

Gb. 3 Ninja Merah K 2779 WA pengganti si Hitam yang kubawa ke Sambilawang

Sabtu, 23 November 2013

Senja di Bulan November

Bulan November sudah pasti kan meninggalkanku sebentar lagi, lantas terbitlah bulan Desember dimana tanggal 9 ku harus menyelesaikan proyek skripsi sampai bab empat. Yah, cukup empat bab saja tak seperti temen-temen linguistik yang diharuskan menulis skripsi sampai bab lima. Sebenarnya dari dosen pembimbing akademikku tidak minta muluk-muluk, cukup menyelesaikan bab empat meski belum semhas tapi paling tidak dengan selesai sampai bab itu timbul komitmenku tuk rajin bertemu dengan dosen pembimbing, rajin menyelesaikan revisi demi revisi.
Alhamdulilah, setelah dua minggu terhitung sampai hari ini aku sudah mneyelesaikan dua bab dan itu bermakna sebentar lagi akan sempro tinggal menunggu acc pembimbing kedua. Kalau berjalan lancar, paling awal Desember ini aku bisa sempro. Dan tinggal 15 lagi waktu yang ada untuk menyelesaikan sampai bab lima. Waktu yang bisa menjadi singkat jika aku rajin ngerjain lembar demi lembar, tapi bisa juga menjadi lama jika sehari saja tak menyentuh skripsi.

Gb. 1 Gedung Sate di Bandung yang memotivasi mengerjakan Skripsweet

Sebenarnya ada banyak alasan yang membuatku berubah tuk segera lulus, salah satu alasanya adalah adanya hadiah yang diberikan jurusan bagi anak Sastra Inggris 2009 sembilan yang bisa lulus semester ini. Yah, meski tak segitu banyak tapi bisa cukup untuk pergi jalan-jalan ke Bandung, tempat yang belum pernah kujamah keindahannya sampai sekarang. Anganku ingin segera pergi bersama belahan hati yang ada nan jauh disana, bersua menikmati keindahan Tangkuban Perahu, Kawah Putih dan Gedung Sate.
Oh iya, di hari Minggu ini rasanya aku pengen bangun dari tidur panjang absen menulis. Panjang karena terhitung sejak Desember yang lalu, pasca peletakan jabatan ketua Matapena FIB tanganku terlalu sibuk dengan hal lain, terlalu banyak memegang kemudi Ninja Merah K 2779 WA mengarungi samudra kehidupan.



Gb. 2 Kawah Putih di Bandung yang ingin kukunjungi sehabis menyelesaikan Skripsi

Gb. 3 Tangkupan Perahu yang ingin kutahlukkan bersama Tulip Bekasi